Terbangun karena sebuah keharusan membantu seorang kawan, saya merelakan tubuh saya yang kurang tidur ini untuk menuju ke sebuah sekolah di dekat rumah.
Tadi pagi, saya sampai di sekjolah tersebut tepat beberapa saat setelah bel berbunyi, dan saya berbarengan dengan beberapa siswa yang berlarian menuju sekolah. Yang tidak saya ketahui sebelumnya adalah bahwa di depan gerbang itu telah berdiri sang wakil kepala sekolah, 'menyambut' siswa-siswa tersebut. Satu hal lagi yang tidak terpikir lagi oleh saya, adalah bagaimana waka tersebut menanggapi keterlambatan siswa tersebut.
Dengan ekspresi yang penuh amarah, ia mendesak siswa untuk segera memasuki kelas. Bapak itu benar-benar marah, terlihat dari sorot matanya yang jauh lebih mengerikan dari biasanya saya lihat. "Ora kapok-kapok!" katanya pada seorang siswa. Ia kemudian seolah menggebuk punggung siswa lelaki itu, yang kemungkinan juga sering terlambat.
Saya pun memasuki sekolah dengan sedikit perasaan malu, kaget, dan marah.
Tak hanya itu, ternyata masih ada satu guru BK yang mengawasi siswa-sisw terlambat tadi di dalam sekolah. Dan pertanyaan saya hanyalah begini. Simple saja. Inikah namanya pendidikan?
Mungkin ada di antara anda yang berpikir, beberapa sekolah dengan segala permasalahannya terkadang membutuhkan metode pendidikan layaknya militer. Walau tidak sepenuhnya. Tapi, sekali lagi, saya ingin bertanya, apakah militer itu juga bisa disebut dengan pendidikan?
Secara pribadi, setelah menyadari sedikit lebih dalam tentang pendidikan, saya sadar bahwa selama ini saya tidak pernah mengenyam pendidikan. Saya hanya DIAJAR. Saya tidak pernah merasa diajari secara resmi tentang bagaimana untuk belajar, menjadi manusia yang lebih baik, dan memiliki tujuan hidup. Saya belajar dari hubungan personal, dan pengalaman. Bagaimana dengan anda?
Terlalu banyak hal untuk dikatakan. Namun saya hanya berharap bahwa apapun yang terjadi dalam 'pendidikan' kita, selalu ada yang lebih baik. Keadaan selalu berubah. Lucu kalau apa yang siswa pelajari, dan bagaimana cara mereka belajar tidak berubah. Kau cuma pendidik tua yang hidup nyaman di dunia modern. Saya berpihak pada peserta didik. Itulah mengapa saya dapat membenci seorang pendidik/guru, walau saya sendiri merupakan calon guru. Tidak. Itu hanya pilihan terakhir hidup saya. Jangan pernah menjadi guru kalau kau belum siap memberikan pengabdianmu dengan maksimal. Keluar dari sekolah kalau di situ kamu cuma mencari uang. Kau tak lebih budak sistem yang tak beres.
Astaghfirullah...
Saya tiba-tiba teringat raut wajah penuh gejolak di depan gerbang sekolah itu. Semoga anda tak darah tinggi, pak. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar