“Kemakmuran adalah guru yang baik, namun kesengsaraan adalah guru terbaik.” ~William Hazlitt
Dalam keadaan makmur, senang berkecukupan, uang banyak, makanan cukup, kita bisa memperoleh banyak manfaat, tapi mungkin hanya sedikit pelajaran atau hikmah. Sebab biasanya ‘kemakmuran’ cenderung membuat manusia lengah atau lalai dan mudah lupa diri.
Tentu, kita akan menjadi sangat senang jika hidup berkecukupan, sebab kita tidak dirisaukan dengan memikirkan uang kontrakan rumah, risau akan makan apa, karena semua telah ada.
Harus dikaui bahwa kemakmuran materi bisa membuat seseorang menjadi baik di dalam beragama. Tapi, tidak semua demikian. Banyak orang yang bergelimang harta yang tidak pernah dekat pada Tuhan.
Tentu, kemakmuran materi membuat kita semakin patuh pada ajaran-ajaran Tuhan, apabila kita adalah seseorang yang beriman. Memang, ’sebaik-baiknya harta adalah harta yang baik yang ada di tangan orang sholeh’.
Alangkah baiknya beribadah dalam keadaan kenyang. Betapa banyak orang yang hidupnya menderita. Para fakir dan miskin yang bisa ditolong oleh orang beriman yang hartawan. Kita bisa membantu kegiatan sosial keagamaan yang memerlukan materi, juga pengembangan pendidikan.
Memang, kita bisa belajar dari kemakmuran untuk menjadi manusia yang pandai mensyukuri nikmat Tuhan, karena ketika melihat keadaan orang yang sengsara, kita pun berterima kasih pada Tuhan atas karuniaNya. Tapi, saya ingin menegaskan bahwa tidak semua orang berhasil belajar atau berguru dari kemakmuran atau kesenangan.
Berikut penuturan Jean Jacoues Rousseau:
“Anak-anak yang paling malang nasibnya adalah anak yang dibuai dalam pangkuan kesenangan dan kemewahan, tanpa diberi kesempatan untuk menghadapi dingin dan hangatnya kehidupan, menuruni dan mendekati alam. Anak-anak seperti itu, akan menghadapi berbagai kesulitan dengan kepekaan yang tinggi, dan akan menghadapi kelezatan hidup dengan lupa diri. Mereka tak ubahnya seperti cabang kecil di sebuah pohon yang rapuh dan siap rontok hanya dengan terpaan angin. Suatu kejadian, betapapun kecilnya, akan mengakibatkan mereka begitu menderita, dan cukup mendorong mereka untuk bunuh diri.”
’kesengsaraan adalah guru terbaik’ ini adalah pernyataan yang kebenarannya tidak diragukan lagi, karena sudah terrlalu banyak manusia yang bangkit dan meraih keberhasilan setelah ditempa berbagai kesulitan.
Samuel Smith menulis, ”Kesukaran dan kesulitan merupakan batu loncatan moralitas. Sebagaimana sebagian tanaman harus dipelintir untuk mengeluarkan wanginya, demikian juga manusia harus mengalami kesulitan, supaya bakatnya yang hakiki dan keutamaannya terwujud. Tidak ada keenakan dan kesenangan di dunia yang tidak berubah menjadi kepedihan dan kesukaran. Demikian pula, tidak ada kesukaran yang akhirnya tidak menjurus pada kesenangan dan kebahagiaan.”
Kata Kurtadha Muthahhari, ”Pada dasarnya, kemalangan dan kesengsaraan itu merupakan pendahulu bagi terwujudnya sesuatu yang indah. Di relung kesulitan hidup dan bencana lah, kebahagiaan dan kesejahteraan itu tersembunyi. Sebagaimana, terkadang bencana-bencana itu tersembunyi di relung kebahagiaan.”
”Setelah menuruni lembah yang terdalam, barulah anda dapat menilai keindahan gunung yang tinggi. Ketika sulit, keunggulan anda terlihat, kentara dan teruji. Anda memerlukan sebanyak mungkin penglaman pahiht untuk melahirkan keunggulan.” Richard Nixon berkata.
Kata Dr. Booker T. Washington, ”Saya telah mendapati, bahwa ukuran kesuksesan bukan sekedar tergantung pada prestasi yang telah dicapai, tetapi juga tergantungg pada berapa kali dan berapa tahap kesukaran telah diatasi dalam mencapai kedudukan itu,”
Yang terpenting bagia kita ketika mengalami kesulitan, kegagaan, adalah ’bagaimana kemampuan kita untuk bangkit mengatasi kesulitan’ itu. Kata Billi PS. Lim, ”Sebagian orang, apapbila gagal lalu terpuruk di dalam kegagalan itu. Sebagian yang lain, belajar darinya dan terus maju.”
Apa yang akan anda kerjakan, jika anda terlahir ke dunia sebagai seseorang yang cacat? Tentu, ada pekerjaan yang pasti bisa anda lakukan sesuai kondisi keterbatasan fisik anda. Namun selalu ada keajaiban di dalam dunia ini. Ketika kita menilai seseorang takkan mampu melakukan sesuatu secara logis, akan tetap ada seseorang yang mampu menepis penilaian itu.
Henry Ford pun pernah mengungkapkan, ”Kegagalan adalah peluang untuk memulai lebih pintar.”
Sumber: Life Must Go On, M. Rusli Amin, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar