CHOICES

Kamis, 20 Oktober 2011

Kebahagiaan dari Sebuah Huruf


Dari 26 huruf yang ada dalam alfabet, huruf apakah kiranya yang memiliki pengaruh paling besar dalam kehidupan? Untuk menjawab pertanyaan ini, mungkin masing-masing individu mempunyai alasan yang beragam atas jawaban mereka, yang sangatlah mungkin juga beragam. Sebuah buku yang telah difilmkan, yang ditulis oleh Steve Conrad, berjudul The Pursuit of Happyness barangkali bisa sedikit memberikan sebuah jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan di atas.
Film fenomenal ini telah menginspirasi banyak orang dari kisah sang tokoh utama, Christopher Gardner, dalam memperjuangkan kehidupan ia dan anaknya. Namun kiranya ada hal yang cukup janggal dari judul film tersebut. Happiness (kebahagiaan) harusnya dituliskan dengan huruf i, dan bukan y, sebagaimana yang tertera dalam judul tersebut. Lalu, apakah yang sebenarnya terjadi? Apakah itu sebuah kesalahan nan fatal, ataukah sang penulis memiliki maksud lain dengan menuliskannya demikian?
Humpty Dumpty, sebuah karakter dalam rima bahasa Inggris mengungkapkan “It means just what I choose it to mean—neither more nor less” yang kira-kira bermakna “Apa yang aku katakan memiliki arti apa yang aku inginkan. Tak lebih dan tak kurang.” Karena itulah, kiranya seseorang tidak dapat dengan mudahnya mempersalahkan bahwa yang kata happyness yang Conrad tuliskan itu adalah sebuah kesalahan. Ia tentunya memiliki alasan tersendiri mengapa ia memilih huruf y tersebut. Kita hanya tidak mengerti dan tak mau memahaminya.
Selalu ada alasan sejati di balik sesuatu.
Setiap orang tentunya memiliki logika yang dapat membantunya memahami dan membuka segala misteri kehidupan. Akan tetapi, beberapa orang terkadang membutuhkan sesuatu untuk memancing logikanya untuk berjalan dan mulai mempertanyakan. Bukankah luar biasa, bahwa kita dapat belajar untuk mempertanyakan esensi kehidupan dimulai hanya dengan sebuah huruf? Orang-orang kini telah menjadi begitu sibuk dan tak punya waktu untuk merenung atau memperkaya diri dengan pengetahuan.  Mereka terjebak dalam rutinitas harian dan beranggapan bahwa sibuk adalah sesuatu yang membanggakan. Padahal, rasa ingin tahu dan pengetahuan adalah modal utama seseorang untuk mencapai kebahagiaan pribadi. Dan pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dengan menyisakan sedikit waktu untuk berpikir. Karena itu pulalah, banyak rahasia-rahasia besar kehidupan hanya diketahui oleh orang-orang yang berpikir dan bersikeras menemukan jawaban dari pertanyaan akan kehidupan.
Terkait dengan pengetahuan, perlu diketahui bahwa akar dari segala ilmu yang berkembang saat ini, adalah rasa ingin tahu, yang kemudian mungkin dapat diwakili dengan istilah filosofi. Filosofi seringkali dikaitkan dengan begitu rumit dan berkaitan dengan  berbagai hal-hal teoretis yang memerlukan pemikiran kritis untuk mengolahnya. Akan tetapi, dasar dari filosofi sebenarnya sangatlah sederhana, yaitu rasa ingin tahu dan mempertanyakan sesuatu. Jostein Gaarder dalam novelnya Sophie’s World menuliskan bahwa satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang filsuf adalah kemampuan untuk mempertanyakan dan berpikir tentang sesuatu. Jadi, tak perlulah menjadi seseorang yang ‘besar’ untuk menjadi seorang filsuf.
Oleh karena itu, barangkali kita kini sebagai manusia perlu kembali belajar untuk mempertanyakan segala sesuatu, sebagaimana yang banyak dari kita lakukan sewaktu kecil dahulu. Tak usahlah terlalu peduli pada hasil atau jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hidup terlampau relatif dan luas untuk kita mengerti. Juga ada begitu banyak alasan untuk pembenaran suatu hal. Yang kita butuhkan sebenarnya adalah proses berpikir yang ditimbulkan dari pertanyaan tadi.
Huruf y yang disebutkan diawal tadi pun sebenarnya juga dapat mengajarkan kita untuk memahami diri dan orang lain. Setelah seseorang mampu dan terbiasa untuk mempertanyakan sesuatu, ia akan juga mempertanyakan apa yang ada di dalam dirinya dan orang lain. Ia tidak akan lagi menilai seseorang dari tampilan luarnya, dan akan mampu melihat diri orang lain secara keseluruhan, tak hanya dari penampilan, status, atau harta. Untuk dirinya sendiri, orang yang telah biasa mempertanyakan sesuatu pun akan sadar bahwa penilaian masyarakat umum tak selalu benar. Ia takkan lagi ragu atau malu untuk melakukan sesuatu yang ia nilai benar, walau banyak orang tak sependapat dengannya. Masing-masing dari kita mengejar kebahagiaan dengan cara masing-masing. Tak ada masalah, selama tidak melukai kepentingan orang lain.
Lebih jauh, dengan seringnya seseorang mempertanyakan, dan dengan adanya pemahaman yang baik seseorang pun akan mampu membuka mata untuk sebuah perubahan. Beberapa orang kini pun sangat kaku dan strict pada peraturan dan sistem yang sebenarnya kurang efektif. Mereka merasa nyaman dengan hal itu, dan merasa takut bila terjadi perubahan, hidup mereka pun berimbas pada ketidakjelasan. Mereka takut pada kemungkinan perbaikan.  
Kebahagiaan (happiness) adalah sesuatu yang seluruh manusia cari dalam hidupnya. Mereka berjuang setiap hari, memberikan cinta dan senyuman pada orang-orang di sekitarnya, adalah demi sebuah hal tak kasat mata yang bernama kebahagiaan. Beberapa mengidentikkan bahwa harta dan tahta adalah sumber kebahagiaan sejati. Mereka belajar hal tersebut dari pendidikan dan banyak orang. Namun satu huruf, barangkali dapat mengajari kita, bahwa kebahagiaan tertinggi didapat dari dalam. Dari pemahaman akan diri dan segala sesuatu.

*Telah dipublikasikan di Buletin Swara Ungu FBS UNY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar