Kalau cinta adalah kekuatan yang menyatukan, tentu ada pengandaian bahwa kita mengalami keterpisahan. Maka, kalau cinta itu memang ada, pengandaiannya ialah bahwa ada orang yang mengalami kekosongan, kesepian, atau keterasingan. Pada kenyataannya, kita terus-menerus mencoba memahami diri kita- siapa kita, mengapa kita melakukan hal-hal yang telah kita lakukan, apa makna hidup kita, apa yang kita inginkan, dan seterusnya. Kita membawa pertanyaan-pertanyaan itu, misalnya pada saat sunyi, sendiri, pada saat mematikan TV atau radio, ketika kita tak mengangkat telepon yang berdering atau setelah menutup gagang telepon, setelah menghadiri pesta, dan sebagainya.
Saya sangat terkesan pada kerendahan hati seorang psikiater ternama, Gerald G. Jampolsky, untuk mengakui bahwa dunia batinnya pernah begitu kacau , kosong, dan tidak bahagia. Ini bukan soal bahwa ia dulu pernah kesepian, melainkan bahwa kesepian itu dilandanya meskipun ia adalah seorang psikiater yang semestinya memahami kejiwaannya sendiri. Psikiater besar ini mengalami perceraian setelah dua puluh tahun menikah. Ia menjadi peminum dan hidupnya begitu menyakitkan sampai ia menyadari sistem pemikiran yang menggunakan kata-kata seperti Tuhan dan Cinta.
Apa tandanya orang mengalami kekosongan atau kesepian itu? Orang tidak tahu apa yang ia inginkan, apa yang ia rasakan, atau apa yang ia yakini. Keyakinan-keyakinan yang selama ini diperolehnya menjadi kabur. Orang mengalami kebingungan, tidak tahu arah, disorientasi, hidup tak bermakna. Tidak hanya itu, orang juga cemas dan takut pada masa depan. Viktor Frankl justru melihat hal ini sebagai ciri manusia modern: mengalami kekosongan ekstensial.
Dalam kondisi demikian, reaksi alamiah kita adalah mencari orang lain. Kita berharap mereka memberikan arah, atau setidaknya kita punya teman dan tidak sendirian dalam ketakutan. Ada dorongan untuk mengalami kesatuan dengan orang lain.
Memang kita hidup dalam kebersamaan dengan orang lain dan, karena itulah , kita bisa berbagi hidup dengan mereka. Celakanya, penerimaan orang lain terhadap diri kita begitu ditekankan dalam masyarakat, sehingga hidup kita ditentukan olehnya. Kita ingin disukai orang lain. Mungkin kita ingin menyenangkan setiap orang yang kita kenal. Bahkan, bisa jadi kita memiliki tujuan hidup untuk menyenangkan orang tua, sahabat, pasangan, dan sebagainya. Setiap keputusan kita ambil dengan kriteria apakah menyenangkan mereka atau tidak. Kalau sampai mereka tidak senang, maka kita mengalami kesepian.
Tentu saja, kita cenderung tidak ingin mengalami kesepian dan, untuk tiu, kita semua sebetulnya memiliki kerinduan akan relasi yang intim. Relasi yang intim ini bukan saja berguna untuk mencari rasa aman atau mengisi kekosongan hidup, tetapi juga untuk mengalami kesejatian diri. Kita dapat menemukan diri kita kalau kita memiliki kesadaran akan diri kita. Kesadaran diri tidak pernah terjadi tanpa relasi dengan orang lain.
Hel itu jelas karena kita dipengaruhi oeh orang di sekeliling kita pada masa awal pembentukan kesadaran. Harga dir kita juga dibentuk pada masa kecil. Kesadaran diri itu pun muncul akibat perjumpaan kita dengan orang lain. Anda menyadari diri laki-laki pada saat bertemu dengan wanita, menyadari diri malas karena melihat orang yang rajin, dan seterusnya.
Meskipun begitu, memang harus kita akui bahwa kesepian adalah bagian dari kondisi manusia. Barangkali kita mudah menyadari kondisi kesepian ini ketika kita berpisah dari orang-orang yang dekat di hati kita. Barangkali kita akan mudah menyadari kesepian itu katika kita hidup sendiri, tanpa orang lain di sekeliling kita.
Sebetulnya ada kondisi kesepian yang seringkali tidak kita sadari dan kesepian itu begitu akut. Kesepian jenis ini tidak pernah dapat diatasi dengan hidup rame-rame. Katakanlah kita tidak bisa hidup sendiri. Kita butuh pendamping. Kita menikah. Ternyata, selama pernikahan itu pun, bisa jadi kita tetap mengalami kesepian.
Maka, dalam arti ini, kesepian bukan soal hidup sendiri atau tidak, melainkan bahwa kita merasa sendiri, merasa diputushubungan dari seseorang atau sesuatu. Ini paling nyata kelihatan pada orang yang diputus pacar, perceraian, dan konflik-konflik yang frontal yang membuat perpisahan tak terelakkan. Kondisi ini bisa menyebabkan orang memiliki kerinduan yang berkepanjangan. Tetapi, terlepas dari kondisi semacam ini, sebenrnya memang manusia menanggung kesepian seumur hidup.
Sumber: Seks Gadis? A. Setyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar