CHOICES

Selasa, 21 Juni 2011

LAGI, DARI THE ALCHEMIST

Berikut cuplikan dari novel The Alchemist karya Paulo Coelho, tentang keadaan seseorang yang hanya bercukup pada 'mempunyai mimpi', bukan mewujudkan mimpi.


 "Mekah malah lebih jauh dari Piramida. Saat aku muda, yang kuinginkan hanyalah mengumpulkan uang untuk membuka took ini. Aku berpikir suatu hari nanti aku akan kaya dan dapat pergi ke Mekah. Mulailah uang kudapat, tapi aku tak pernah bias lega meninggalkan toko pada orang lain; Kristal adalah barang yang rentan. Sementara itu, orang-orang berjalan melewati tokoku sepanjang waktu, menuju Mekah. Beberapa dari mereka adalah peziarah yang kaya, berkelana dengan kafilah bersama para pembantu dan onta, tapi kebanyakan orang yang melakukan ziarah itu lebih miskin dari aku.”

“Semua orang yang ke sana merasa bahagia karena dapat melakukannya. Mereka meletakkan lambang-lambang penziarahan itu di pintu-pintu rumah mereka. Salah satunya, seorang tukang sepatu yang seumur hidupnya memperbaiki sepat, bercerita bahwa dia sanggup berjalan selama hanpir satu tahun melalui gurun, tapi merasa capek saat harus berjalan melewati jalan-jalan Tangier untuk membeli kulit.”

“Kok, Bapak tidak pergi ke Mekah sekarang?” Tanya si bocah.

“Justru pikiran tentang Mekah-lah yang membuatku terus hidup. Itulah yang membuatku kuat menghadapi hari-hari yang sama belaka ini; yang membuatku tahan menghadapi Kristal-kristal bisu di rak, dan sanggup makan siang dan makan malam di warung jelek yang itu-itu juga. Aku takut bila impianku terwujud, aku tak punya alas an lagi untuk melanjutkan hidup.

“Kamu bermimpi tentang domba-domba dan Piramida, tapi kamu beda denganku, karena kamu ingin mewujudkan impianmu. Aku hanya memimpikan Mekah. Sudah ribuan kali kubayangkan diriku melewati gurun pasir, tiba di Kabah, mengitarinya tujuh kali sebelum aku menyentuhnya. Kubayangkan orang-orang yang akan berada di sampingku, dan yang di depanku, dan percakapan dan doa-doa yang kami panjatkan bersama. Tapi aku takut semua itu akhirnya akan membuatku kecewa, jadi aku lebih suka memimpikannya saja.”

Hari itu, si pedagang mengizinkan si bocah membuat lemari pajangan. Tidak semua orang dapat melihat impiannya menjadi kenyataan dengan cara yang sama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar