CHOICES

Senin, 25 Juli 2011

Resensi: Novel ‘Sang Pelopor’ oleh Alang-Alang Timur

Novel motivasi pertama dari trilogy Madrasah Kampung Sawah ini bercerita dalam tema besar pendidikan dan persahabatan. Cerita dimulai ketika empat orang sahabat yang pada akhirnya memutuskan untuk pindah sekolah, karena salah satu dari mereka dikeluarkan dari sekolah negeri yang lama. Keempatnya pindah ke sebuah sekolah yang sangat sederhana dan jauh dari rumah mereka. Akan tetapi, justru di sekolah itulah mereka menemukan arti pendidikan. Jika sekolah mereka yang dahulu penuh dengan formalitas yang membosankan dan aturan ketat, di madrasah itu mereka menemui banyak hal menarik. Selain para pendidik yang luar biasa dan menginspirasi, metode pengajarannya pun sangat berbeda, menyenangkan, dan berfokus pada praktek di alam. Yang cukup menjadi perhatian di sekolah ini adalah bahwa untuk lulus, siswa diharuskan berkarya. Banyak konflik pun muncul dari hal ini.

Secara keseluruhan, novel ini cukup memiliki pesan. Hanya saja, bagi saya yang telah membaca novel Laskar Pelangi, novel Sang Pelopor ini terkesan monoton, karena juga terinspirasi oleh novel Andrea Hirata itu. Bahkan ada bagian dan karakter yang sangat identik dengan karakter novel-novel Andrea. Selain itu, novel inipun kekurangan konflik. Jadi, banyak kisah yang lurus-lurus saja, bahkan cenderung melebih-lebihkan pengajaran di madrasah itu. Cara penyampaian penulis yang banyak mengangkat masalah sains pun cukup mirip dengan Andrea. Juga dalam hal ini, terkesan bahwa penjelasan sains dan budaya-budaya tradisional di novel ini hanya menjadi sarana untuk mempertebal buku, karena kurang begitu menyatu dalam cerita, walau niat penulis pasti baik untuk menambahkannya. Akhir cerita pun menurut saya kurang mengena, dikarenakan kurangnya konflik tadi. Jadi, sepintas, novel ini seperti sebuah deskripsi peristiwa saja, walau ada bagian brilian yang mengungkap pentingnya arti kegiatan menulis.

Dari novel ini, kita dapat belajar sedikit mengenai sebuah profesi bernama pendidik, bukan guru, yang (sekali lagi) dengan benar menginterpretasi pendidikan sebagai sebuah lading pengabdian yang bersumber dari hati, bukan aturan-aturan kaku, dan hal lainnya.

With much love and happYness,
July 23rd, 2011, 8.46 p.m.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar