Kebahagiaan dan kehampaan. Nampak bagai dua hal yang saling berseberangan. Dapatkah kita merasakan kehampaan di saat kita juga merasakan kebahagiaan? Nampaknya tidak mungkin. Namun apakah kita benar-benar bahagia? Pertanyaan tersebut pun akan kembali pada bagaimana kita mendefinisikan kebahagiaan itu sendiri. Juga bagaimana kita menilai posisi kita sendiri dalam standar kebahagiaan kita itu.
Ada yang mengatakan bahwa kita tak selalu bahagia, namun pada dasarnya kita selalu merasakan kehampaan. Penulis sendiri beranggapan bahwa orang yang berpendapat demikian adalah seorang pemikir yang cenderung pesimistis. Ya, saya sebenarnya setuju dengan pendapat tersebut yang mengatakan bahwa kita semua pada dasarnya merasakan kehampaan. Hal itu karena kita merasakan ada sesuatu yang kurang dari diri kita. Dan pada akhirnya, hal ini akan bermuara pada suatu kenyataan akan sifat dasar manusia, sifat dasar kita, yaitu serakah.
Sebagian dari kita kadang merasa begitu sedih dan hampa. Namun, apakah mereka bertanya pada diri mereka sendiri, apakah mereka berhak untuk perasaan itu? Penulis selalu membagi dua karakter manusia, yaitu manusia itu sendiri, dan perasaannya. Kedua hal ini harus dilihat secara berbeda, karena seringkali manusia dikendalikan oleh perasaannya. Ini tidaklah benar. Kitalah yang seharusnya mengendalikan perasaan kita. Ada begitu banyak pernyataan yang bisa kita buat untuk menenangkan perasaan kita, mengendalikannya.
Dan terkait dengan kehampaan tadi, alangkah tidak bijaknya kita bila kita berlarut-larut merasakan kehampaan atas hal yang BELUM PADA WAKTUNYA UNTUK KITA MILIKI. Karena andai kita lebih mengetahuinya, ada lebih banyak orang di luar sana yang merasakan perih yang jauh lebih dalam, karena mereka TELAH KEHILANGAN SESUATU/SESEORANG SELAMANYA. Sebagai contoh, apabila kita masih belum mencapai mimpi-mimpi kita, sebaiknya kita tidak lebih bersedih daripada orang yang telah kehilangan kesempatan untuk mewujudkan mimpinya. Selamanya.
Anda tidak sendiri. Banyak orang yang mengalami kehampaan di luar sana. Lalu, mengapa kita harus berfokus pada kehampaan itu saja? Mengapa kita tidak berfokus pada diri kita, pada pengembangan diri kita, sehingga kita tidak lagi pantas untuk merasakan kehampaan tersebut. Sehingga kita akan menjadi pantas untuk sebuah kebahagiaan.
With much love and happYness,
May 30th, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar