CHOICES

Kamis, 04 Agustus 2011

MENYETIAI MEREKA


Kemarin saya baru saja berkunjung ke rumah salah satu kawan saya yang baru saja lulus kuliah dan sekarang telah menjabat sebagai guru di sebuah SMP Muhammadiyah di Yogyakarta. Banyak hal yang saya dapat dari kunjungan itu. Terlebih, hal ini terkait dengan pengalamannya yang pertama resmi menjadi seorang guru.

Ada banyak hal sebenarnya yang tidak terpikirkan oleh para mahasiswa calon guru saat ini, walau mereka telah dibekali dengan berbagai pengetahuan yang mencukupi tentang pengajaran. Kenyataan di lapangan, walau demikian, selalu memberikan kejutan bagi mereka yang baru pertama kali menjamahnya. Kawan saya itu bercerita bahwa keadaan di sekolahnya tidaklah seperti yang ia bayangkan. Terutama untuk sekolah yang kurang diminati, mengajar siswa bukanlah sesuatu yang mudah. Ia harus menemukan cara agar motivasi siswa untuk belajar pun dapat mencukupi. Bagaimana mau belajar, jika ada siswa yang bahkan tidak membawa buku dan pena ke sekolah. Bagaimana mau belajar materi, jika minat siswa dan pengetahuan pentingnya pelajaran itu tak ada pada siswa?

Ia juga bercerita berbagai pengalaman nasib guru yang berada di sekolah tersebut. Sang kepala sekolah, seorang guru BK perempuan yang sangat sabar, yang bisa dikatakan sebagai seorang pionir sekolah itu, yang masih setia bertahan di sekolah itu, untuk menyetiai anak-anak badung yang katanya suka berkelahi itu. Saya bisa mengatakan bahwa kawan saya tadi adalah orang yang beruntung. Walau ia mengajar di sana bukan untuk mencari uang, melainkan pengalaman saja, ia telah ditunjukkan realitas pendidikan di negeri ini, yang kurang perhatian. Di saat banyak guru yang enggan mengajar siswa-siswa kurang kemampuan seperti itu, dan mencari sekolah besar sebagai lahan karir mereka, para guru di SMP itu hadir bukan sebagai pencari nafkah (setidaknya tidak 100 persen demikian). Sebagian dari mereka adalah para pendidik sesungguhnya, yang naasnya, justru harus mengalami penderitaan karena ketidakadilan.

Kawan saya itu pun masih bersyukur dengan keadaan di sekolahnya, karena ia pernah mengajar di tempat lain, yang keadaan fisik dan pengajarannya pun lebih buruk. Saya hanya berpikir, seperti inikah parahnya pendidikan kita? Sehingga ada jurang yang sangat besar antara pendidikan di kota-kota dan di daerah terpencil? Bahkan, sekolah kawan saya itu pun tak terlalu jauh dari kota, hanya saja, begitu kontras kondisi yang tampak. Hal ini terjadi di Yogyakarta. Bagaimana dengan kota lain yang lebih kecil?

Pemikiran saya takkan bisa memikirkan cara penyelesaian untuk segala persoalan itu. Hal ini terlalu rumit dan melibatkan banyak peraturan dan kepentingan orang-orang yang lebih berkuasa. Doa saya, semoga mereka, guru-guru luarbiasa itu, diberikan keadilan dan kebahagiaan, selekasnya.

With much love and happYness,
August, 4th, 2011, Library.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar