Ada yang salah dengan manusia Indonesia saat ini. Salah satu
kesalahan dan kebiadaban dari ribuan lainnya yang tumbuh kembang seiring
doktrin dari luar, perkembangan zaman, dan manusia-manusia udik yang tak bisa
memberikan batasan pada hidupnya sendiri.
Ini semua tentang kaki.
Organ tubuh yang akan dengan bangga hati saya dan orang lain
syukuri keberadaannya. Dan semua ini berawal dari celoteh saudari saya,
menjelang buka puasa yang penuh keriangan tersembunyi, kemarin. Ia bekerja di
dekat persinggahan yang kami tinggali selama belasan tahun ini. Tak hingga tiga
ratus meter, dan ia tidak juga memiliki semacam kendaraan pribadi yang bisa
membantunya mencapai sebuah warung sederhana itu. Jadi, berjalan kakilah ia. Ia
telah melakukan itu selama dua atau tiga tahun belakangan, tetapi, kemarin ia
bertemu dengan seorang pembantu rumah tangga di wilayah yang kami tinggali.
Seseorang yang baru ia kenal. Mereka terduduk untuk sedikit berbincang. Lalu,
pembantu itu bertanya,
“Mbak setiap hari jalan kaki? Apa tidak jauh, Mbak?”
Dan saudari saya menjawab, “Tidak, kok, dekat...”
Dan pembantu itu menggumamkan huruf bulat. Ia pun seperti
memendam iba yang tersimpan tak terucap. Saudariku pun baru tahu, seseorang
telah memperhatikannya tanpa disadari selama beberapa waktu ini. Tetapi, yang
sebenarnya adalah ironis adalah kenyataan bahwa orang tadi adalah pembantu,
yang iba padanya, dan menganggap berjalan kaki tiga ratus meter plus di bulan
puasa, adalah hal yang janggal dan memprihatinkan! Pembantu macam apa itu?
Mungkin ia adalah pembantu milenium yang menunggangi motor hanya untuk ke pasar
yang berjarak seratus meter dari rumah majikannya? Alamak, hebat nian bangsa
ini! Karena saudari saya telah sering mendengar kata-kata yang lebih simpatik,
ia pun hanya tersenyum. Dan yang lebih dapat saya banggakan, adalah karena ia
cukup menjawab, “Apa salah kalau kita berjalan?”
kata
itu juga yang ingin saya sampaikan pada Anda.
Apa yang salah dengan itu? Itulah yang tidak terpikirkan oleh
orang-orang yang sudah termakan arus gengsi dan kemalasan yang ditimbulkan oleh
teknologi. orang-orang Jepang yang memproduksi motor-motor atau kendaraan itu,
dan setan dunia pun akan tertawa lebar bila melihat kondisi yang konsumptif ini
dan berkata: “Haha… orang-orang bodoh; Penuhi bumimu dengan asap-asap itu!
Kepulkan! Biar hancur sekalian!”
Saya merasa beruntung tak berada di pihak mereka. selain
karena sebuah keterbatasan, pembelajaran dari kegiatan sederhana ini: berjalan,
yang bisa membuat saya bertahan dan tak menjadi bayi besar yang hanya bisa
merengek dan manja pada nasib, apalagi sampai mengikutsertakan nama orang tua.
Tabu! Dan apalagi? Apa yang bisa didapatkan dari berjalan?
1. Sudah
terbukti bahwa orang-orang jaman dulu, berumur panjang karena mereka terbiasa berjalan
kaki berkilo-kilo meter dan tanpa alas kaki. Kaki yang telanjang itu tak
langsung seperti dipijat refleksi oleh bebatuan yang mereka tapaki. Setidaknya
itulah yang diceritakan seorang ayah kepada saya. Juga ibunda tercinta yang
menempuh jalan gunung yang sepi dan berkelok di masa kecilnya. Dan orang zaman
sekarang hanya bisa menangis atau bersimpati pada cerita-cerita seperti itu.
andai aspal-aspal tak merajai jalanan, dan tak membakar kaki yang telanjang,
mungkin Indonesia akan lebih baik.
Teknologi lebih bersifat menghancurkan daripada memperbaiki.
2. Dunia
akan berjalan lambat bila kau berjalan saat ini. tetapi, kau membandingkannya
dengan lingkungan yanga ada saat ini, di mana arus transportasi cepat dan orang
sibuk. Biarkanlah mereka. Apa yang sebenarnya mereka kejar? Penghidupan yang
layak? Ketergesaan untuk hal yang tidak pasti? Yang kau butuhkan adalah kerja
keras, dan kemauan yang kuat, bukan keterburu-buruan untuk meraih kesempatan
hidup, atau hal yang bersifat praktis, dan tanpa proses. Untuk apa kau mencoba
ribuan hal, kalau ternyata kau hanya perlu satu? Fokuslah pada hidup ini,
prioritas. Target utama tujuan hidupmu, dan jangan terbuai; biarkanlah kau lama
mencapainya, asal kau masih yakin.
Dan lagi, hidup ini
adalah permainan sudut pandang.
Jika kau melihat
dirimu tertinggal dalam arus kehidupan yang cepat saat ini, coba lihatlah masa
lalu, tak ada orang yang butuh kendaraan, kehidupan modern yang memanjakan,
atau ketergesaan itu. Mereka tetap bersukacita dalam dunia mereka yang jauh
lebih lambat, namun tidak juga pernah meninggalkan mimpi mereka yang jauh di
depan sana.
3. Lelah…
Apa yang salah dengan lelah? Semua orang pasti lelah. Bersenang-senang, mereka
lelah kemudian. Bahkan orang yang tidur seharian pun akan lelah. Dan apa kau
akan merengek karena lelah yang tak sebanding dengan kesehatan yang kau dapat?
Janganlah takut
pada lelah, tapi takutlah pada apa yang belum kau perbuat sebelum kau lelah!
Dan lagi, ada makna di baliknya. sebagaimana makna dan
pembelajaran dari tiap serpih pengalaman di dunia ini. Akan perjuangan yang tak
kenal lelah, kegigihan. Bahwa masih ada langit di atas langit. Lebih banyak
orang yang berjuang lebih keras untuk hidupnya. Dan kini, hal itu seperti
menjadi dongeng di buku-buku, televisi. dan kau hanya bisa melihat, kasihan,
tanpa meneladaninya? Tidakkah kau malu, manusia Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar