Saya sudah hampir tujuh tahun memakai
angkutan umum untuk beraktivitas sehari-hari, dahulu semenjak saya masih
bersekolah di SMA. Walaupun kadang merasa sangat tersiksa dengan
keadaan di dalam bus yang seringkali penuh sesak dengan penumpang, namun
saya mendapat banyak hal di sana.
Witin tresno jalaran saka kulino.
Karena sering menjadi pelanggannya, saya perlahan mulai dikenal oleh para sopir dan kondektur yang sering busnya saya tumpangi. Karena kedekatan itulah saya kadang diberikan ‘potongan’ dari mereka. Dari sana, saya pun memperhatikan mereka, yang bekerja tiap harinya, dengan kondisi sama, perkembangan dan perubahan mereka.
Ada bermacam-macam karakter kondektur yang saya sangat kenal. Ada yang baik hati, ada pula yang sangat galak. Secara umur pun mereka berbeda, ada yang masih tergolong anak-anak, hingga tua. Yang paling tidak saya suka adalah kondektur yang suka tidak toleransi dengan para penumpang. Misal, ketika biasanya untuk jarak yang sama, penumpang membayar dua ribu rupiah, ia meminta 2500, dan tidak kompromi. Ada pula yang suka memaksa penumpang untuk masuk dan berdesakan, padahal sudah tidak ada celah di dalam bis.
Namun begitulah pekerjaan mereka. Saya masih dapat melihat keprofesionalan mereka dalam bekerja. Ada beberapa yang sangat mementingkan para penumpang, terutama keselamatannya. Persaingan antar bus pun terkadang sangat sportif, terlihat dari bagaimana mereka mengambil jarak bis, sehingga ada waktu dan celah untuk masing-masing mengambil penumpang.
Terima kasih, pada para kondektur dan sopir angkutan umum, karena mereka masih percaya pada orang-orang, terutama penumpang. walaupun banyak orang kini mengesampingkan angkutan umum, demi keegoisan mereka sendiri, dan memakai kendaraan pribadi.
With much love and happyness,
March 30th, 2011, 3.23, Samirono
Witin tresno jalaran saka kulino.
Karena sering menjadi pelanggannya, saya perlahan mulai dikenal oleh para sopir dan kondektur yang sering busnya saya tumpangi. Karena kedekatan itulah saya kadang diberikan ‘potongan’ dari mereka. Dari sana, saya pun memperhatikan mereka, yang bekerja tiap harinya, dengan kondisi sama, perkembangan dan perubahan mereka.
Ada bermacam-macam karakter kondektur yang saya sangat kenal. Ada yang baik hati, ada pula yang sangat galak. Secara umur pun mereka berbeda, ada yang masih tergolong anak-anak, hingga tua. Yang paling tidak saya suka adalah kondektur yang suka tidak toleransi dengan para penumpang. Misal, ketika biasanya untuk jarak yang sama, penumpang membayar dua ribu rupiah, ia meminta 2500, dan tidak kompromi. Ada pula yang suka memaksa penumpang untuk masuk dan berdesakan, padahal sudah tidak ada celah di dalam bis.
Namun begitulah pekerjaan mereka. Saya masih dapat melihat keprofesionalan mereka dalam bekerja. Ada beberapa yang sangat mementingkan para penumpang, terutama keselamatannya. Persaingan antar bus pun terkadang sangat sportif, terlihat dari bagaimana mereka mengambil jarak bis, sehingga ada waktu dan celah untuk masing-masing mengambil penumpang.
Terima kasih, pada para kondektur dan sopir angkutan umum, karena mereka masih percaya pada orang-orang, terutama penumpang. walaupun banyak orang kini mengesampingkan angkutan umum, demi keegoisan mereka sendiri, dan memakai kendaraan pribadi.
With much love and happyness,
March 30th, 2011, 3.23, Samirono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar